segumpal darah, sekilo cinta...

Wednesday, May 28, 2008 | Labels: , | |

pukul dua lebih sedikit, saya masih berkutat dengan pekerjaan saya. tiba-tiba handphone saya bergetar. suara tante saya yang mengabarkan bahwa mama saya tidak bisa bangun. tanpa menunda lagi saya langsung ijin pulang kepada bos dan memacu laju kendaraan saya maximal. karena khawatir, seorang teman saya membuntuti saya dari belakang. takut saya kenapa napa.
sesampai di rumah, saya tidak bisa berkata-kata. dada saya sesak melihat ibu saya yang terbujur tak berdaya dengan mata terpejam. saya hanya mondar-mandir tak tentu arah. menelpon kakak yang ada diluar kota, 1 menit kemudian saya cancel. menelpon adek yang juga sama-sama diluar kota, 1 menit kemudian saya cancel kembali. air mata saya meleleh. joy stick hp saya terus ter scroll ke bawah dan ke atas tak menentu. bagaimana ini? bagaimana ini?
sampai kemudian mobil ambulance datang dengan bed rodanya. yang ada di hati saya saat itu hanya khawatir. belum pernah saya melihat ibu saya tidak berdaya seperti itu. berbagai pikiran berkecamuk di dalam otak saya. antara memberitahu kakak. memberitahu adek. tidak memberitahu. kondisi ibu. sakit apa ibu. apa yang dirasakan ibu. kesakitankah? dimana sakitnya? adakah dokter khusus yang siap menangani ibu saya? karena penyakitnya tidak bisa diurusi hanya sekedar dokter jaga.
bergegas saya mendului ambulance untuk tiba di rumah sakit lebih dulu. saya harus memastikan ibu saya mendapatkan penanganan dan tempat. ternyata dokter specialisnya masih di luar kota. Apa mau dikata, ibu diperiksa dokter jaga, dicarikan tempat,dan menemukan di kamar kelas tiga. semua kamar penuh.
saya menemaninya. tidur di sebelahnya. tubuhnya panas. nadi di leher dan tubuhnya berdetak dan bergetar berirama, kencang sekali. saya peluk tubuhnya tapi kemudian saya lepas kembali. saya tidak kuat dengan suhu tubuhnya yang tinggi. kompres selalu saya ganti. matanya tidak juga membuka. ibu, sakitkah itu? sakitkah jantung yang berdetak hebat itu? ibu, sakitkah dirimu?
saya bacakan doa-doa pendek. suasana hati saya saat itu sangat kacau. saya teringat ketika saya sakit demam berdarah pas smp dulu itu. kata dokter, virus ini sudah merambah tubuh saya 50%.
waktu itu, demam berdarah menjadi momok baru. pemerintah gencar2nya mengingatkan kita untuk hati-hati dengan nyamuk aides..whatever. banyak korban yang meninggal. pecahnya pembuluh darah di setiap lubang di tubuh saat itu terdengar mengerikan. pasien yang bernasib sama berjejer kamar denganku. setiap hari ada saja yang meninggal. saya juga sudah kehabisan tenaga. berliter liter darah keluar dari dalam lambung. keluar melewati selang tipis yang ditancapkan di lambung melalui hidung. rasanya sakit. sangat sakit. darah itu kata bapak berbau busuk.
tepat 2 hari saya di rumah sakit, pasien di sebelah kamar saya meninggal. ibu kelihatannya tertekan. saya bisa melihatnya dari kecepatan bobot tubuhnya yang kian hari kian menyusut. sampai 38 kg kata dokter. Dokter bahkan khawatir ibu nanti ikutan sakit. saya, tentu saja tidak bisa berbuat apa-apa, untuk mengangkat tangan saja rasanya sudah sulit. tapi saya bisa melihat kegelisahan ibu saya. dia menangis di malam saya di bawa kerumah sakit. dia keluar kamar, ketika para perawat memasukkan selang panjang itu ke dalam hidung saya. saya bisa mendengar isak tangisnya diantara teriakan sakit saya memanggil manggil namanya. saya sering mendengar lirih suaranya melantunkan ayat suci di malam buta ketika tubuh saya terasa sakit dan saya tidak bisa tidur.
Dan sekarang, ketika tubuhnya berbaring tak berdaya di sebelah saya, saya juga merasakan hal yang sama. saya gelisah seperti kegelisahannya dulu. saya takut saya tidak bisa menolongnya. saya takut saya tidak bisa berusaha maximal. ketakutan yang sebenarnya tidak perlu karena dengan alasan yang rasional, Allah lah pemilik semua yang ada di dunia fana ini dan kepada-Nya semua kembali. tapi, semua yang saya rasakan sangat manusiawi. saya takut kehilangan karena saya sangat mencintainya. saya takut dia menderita, karena saya sayang padanya. sayang dan cinta yang membuat kerasnya batu menjadi selembut busa sabun.
di dalam linangan air mata dan doa-doa saya, saya memohon kesembuhannya. memohon penuntasan deritanya. kalaupun memang Allah sang pemilik kehidupan memintanya kembali, semoga saat ini amalan ibadah ibu sudah cukup membawanya ke surga dan semoga semuanya diberi kemudahan. tetapi kalau memang tidak seperti yang diharapkan, semoga Allah sang Pemilik Ampunan memberi ibu kesempatan. untuk menambah amalannya di dunia.
saya percaya Allah mendengar doa saya. Ibu berangsur angsur sembuh dengan cepat. walaupun stroke tidak bisa sembuh dengan cepat tetapi dokter sempat heran juga dengan kesembuhan ibu. Saya percaya Allah maha pengasih. itulah kenapa Allah memberi ibu kesembuhan. Dunia ini diciptakan dengan cinta. cinta yang diberikan Allah untuk umatNya. maka saya akan menumbuhkan banyak cinta. cinta untuk selalu berbuat sesuai dengan ridloNya. terima kasih Allah untuk mukjizat ini. terima kasih Ibu untuk kasih sayang dan cinta yang engkau turunkan kepadaku.