Sebuah Rasa

Tuesday, July 1, 2008 | | |

Suara debur ombak masih berirama. Mencium gendang telinga. mengiyakan detak jantung yang berirama sama. kutekuri jari jemari kakiku. yang semakin menghujam ke dalam lingkaran pasir. Aku tersenyum. betapa indahnya...
terik matahari tak lagi panas. lidah-lidah air asin menjilati kakiku. dingin. sekali lagi kutekuri jari jemariku. sudah tenggelam. sudah tidak kelihatan. mungkin aku akan terpaku disini. untuk beberapa saat. untuk beberapa waktu.
Masih kunikmati sentuhan lembut angin menyentuh kulitku. dingin menggigil tapi rupanya kulitku tak perduli. masih saja kunikmati pantai ini. hamparan air birunya yang bisu. semburat warnanya berdominasi merah.
Akan kubingkai warnanya. akan kurekatkan nuansa biru didalamnya. Akan ku tempatkan semilir dingin ini diantaranya. agar bisa kukenang lagi, bagaimana rasanya.
Inilah nuansa cinta. ketika warna merah membuatku terpana. ketika biru membuatku bisu. ketika dingin membuatku beku. inilah nuansa cinta, yang tidak punya logika...hanya beberapa sisipan rasa dan taburan asa. Sekali lagi kutersenyum. Betapa Allah dan segala kebesaranNya.
Malam telah memanggilku. Suara desingannya membuatku tersadar. kulirik jemari kakiku lagi. pasir-pasir kali ini tak lagi merangkulku. lidah-lidah asin itu telah pergi. maka kupamitkan sebait doa. semoga di lain waktu kita akan bertemu lagi. ketika mendung tidak menghalangi. ketika badai tidak menghampiri...
kupalingkan wajahku tuk terakhir kali. bersama bingkai memori di tangan kiri. kulambaikan tangan sekali lagi. agar dia tahu bahwa akan ada senja yang lain esok hari. bersama merahnya. bersama birunya. bersama dinginnya.

0 comments: