Yang Pengen Pintar...

Thursday, May 22, 2008 | Labels: | |


Ditengah tumpukan kertas dan laporan yang deadline-nya hari ini juga, saya mendengar rekan kerja saya, mengomel dari meja sebelah. Wanita itu sedang memegang sehelai kertas dengan wajah merengut. Saya mendekatinya. Ikut membaca tulisan dalam kertas.

Di kepala surat tertulis warna-warni besar berjudul Thumble Teng. Selebihnya tulisan-tulisan tersebut berwarna warni dengan font 12. Di ujung kanan kertas tertulis sejumlah angka yang, wow! seru saya. betapa besar angka yang tertera disana untuk sebuah sekolah Play Group bernama Thumble Teng.

"Yah, begitulah..." celetuk teman saya tiba-tiba. Masih memandangi kertas itu dengan seksama.
"Brian mo sekolah di situ mbak?" tanya saya. Ambar, nama teman saya itu, meringis sambil mengangguk lemah.

"Tadinya. Saya sudah bercita cita nyekolahin dia di Thumble Teng, mbak" jawab Ambar lesu.

"Lalu?"

"Kalo harga masuknya saja segini, saya nggak sanggup", Ambar.

"Emang besar sih mbak, nggak ada sekolah yang lain kah?", saya.

"Ada sih mbak. Cuma, fasilitas nggak lengkap. program nggak bagus dan kata teman saya, pengajarnya nggak terlalu care sama murid. Huh! mo pintar aja kok mahal banget ya mbak" keluh Ambar sembari menyandarkan punggungnya ke belakang. Saya duduk di depannya sembari bertopang dagu. Ternyata pengen pintar tuh mahal ya?

tapi kemudian saya ingat penulis beken Andrea Hirata. Dia tumbuh di sebuah lingkungan yang minim fasilitas. tergembleng oleh keterbatasan. tertindas oleh kekurangan materi. Tidakkah sudah sepatutnya kita menanyakan padanya apa rahasia kesuksesannya sekarang. apakah karena fasilitas atau justru keterbatasan?

Saya juga tumbuh dari sebuah keluarga. Dan saya kira, peran terpenting sampai saya bisa menulis hal ini sekarang adalah orang tua. Mari para orang tua. Mulai tumbuhkan karakter anak-anak dari dalam rumah. Berikan contoh yang baik pada mereka. Karena sesungguhnya anak-anak adalah cerminan orang tua.
wrote by nune

0 comments: